makalah farmakologi



KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim
Puji syukur Alhamdulillah, berkat taufik dan hidayah-Nya sebagai manifestasi rasa syukur tersebut penulis dapat menyusun makalah ini dengan judul “ OBAT YANG DIGUNAKAN UNTUK MENGATASI GANGGUAN  PARU OBSTRUKTIF ATAU  OBAT  ANTI  ASMA BESERTA ASUHAN KEPERAWATAN” 
Dengan adanya makalah ini pemakalah berharap semoga makalha ini dapat menambah pengetahuan para pembaca. Dan dapat digunakan dalam proses pemblajaran, kami juga tidak lupa mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan untuk meyusun makalah ini.

Padang, 14 Juni 2013

Penulis







DAFTAR ISI


KATA PENGANTAR............................................................................................. i
DAFTA ISI ............................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN
A.   Latar Belakang...................................................................................... 1
B.    Tujuan Penulisan.................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN
A.   Obat Yang Digunakan Untuk Mengatasi Gangguan Paru Obstruktif........ 2
1.     Bronkodilator / Antiasmatikus.............................................................. 2
2.     Derivat metilxantin(xantin)................................................................... 2
3.     Simpatominetik...................................................................................... 5
4.     Bronkodilator Antikolinergik............................................................... 10
5.     Antihistamin......................................................................................... 12
BAB III PENUTUP
A.   Kesimpulan ................................................................................................ 15
DAFTAR PUSTAKA








BAB I
PENDAHULUAN

C.     Latar Belakang
Penyakit obstruktif paru mecangkup asma dan penyakit paru obstruktif kronis (PPOK), yang termasuk emfisema. Semua penyakit ini menyebabkan  obstruksi pada jalan napas utama. Obstruksi pada asma,emfisema, dan PPOK  dapat dikaitkan dengan adanya inflamasi yang mengakibatkan penyempitan jalan napas bagian dalam dan konstruksi otot yag mengakibatkan penyempitan saluran konduksi. Pada inflamasi kronis, kerja otot dan silia akan menghilang, dan komplikasi yang terkait dengan hilangnya proses pelindung ini dapat terjadi, seperti infeksi, pneumonia, dan masuknya zat yang terhirup ke dalam system pernapasan. Pada  PPOK berat, udara terperangkap dalam saluran pernapasan bagian bawah, alveolus aka berdenegerasi dan menyatu, dan pertukaran gas sangat terganggu.
Tindakan mngurangi pemajanan lingkungan terhadap iritan-berhenti merokok, menyaring allergen di udara, menghindari pemajanan terhadap iritan dan allergen yang diketahui-merupakan langkah awal dalam mengatasi kondisi ini. Apabila semua upaya ini belum cukup dalam mencegah terjadinya masalah, pengobatan bertujuan untuk membuka jalan napas konduksi melalui bronkodilatasi otot atau mengurangi efek inflamasi pada lapisan jalan napas.
Asma bronkhial adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermitten, reversible dimana trakeobronkial berespon secara hiperaktif terhadap stimuli tertentu.Asma bronchial adalah suatu penyakit dengan ciri meningkatnya respon trakea dan bronkus terhadap berbagai rangsangan dengan manifestasi adanyapenyempitan jalan nafas yang luas dan derajatnya dapat berubah-ubah baik secara spontan maupun hasil dari pengobatan ( The American Thoracic Society ).

D.     Tujuan Penulisan
Makalah ini bertujuan untuk membahas dan menerangkan berbagai obat-obat yang digunakan untuk mengatasi gangguan paru  pada peyakit asma.



BAB II
PEMBAHASAN

B.     Obat Yang Digunakan Untuk Mengatasi Gangguan Paru Obstruktif
6.      Bronkodilator / Antiasmatikus
Bronkodilator/ Antiasmatikus merupakan obat yang digunakan untuk memfasilitasi pernapasan dengan cara mendilatasi jalan napas. Obat ini bermanfaat untuk meredakan gejala atau mencegah asma bronkial dan bronkospasme yang terkait PPOK. Beberapa bronkodilator diberikan melalui oral dan diabsorpsi secara sistemik sehingga obat tersebut berpotensi menimbulkan efek merugikan secara sistemik. Obat lain diberikan secara langsung ke jalan napas dengan menggunakan nebulizer. Obat-obatan tersebut menguntungkan karena menurunkan jumlah reaksi merugikan sistemik.
7.      Derivat metilxantin(xantin)
Xantin, termasuk kafein dan teofilin, berasal dari berbagai macam sumber alami.obat ini dahulu merupakan obat pilihan untuk mengatasi asma dan bronkospasme. Namun,obat ini memiliki batas aman yang relative sempit, dan berinteraksi dengan berbagai obat lainnya,oleh karena itu, obat ini tidak lagi menjadi obat bronkodilator utama. Xantin yang digunakan untuk mengatasi penyakit saluran pernapasan adalah aminofilin(Truphyiline),kafein(Caffedrine dan obat lain). Difilin(Dilor dan obat lain), okstrifilin (Choledyl-SA), dan teofilin (Slo-bid,Theo-Dur).
a.      Cara Kerja Obat Dan Indikasi Terapeutik
Xantin memiliki efek langsunh pada otot polos di saluran pernapasan,baik pada brokus maupun pembuluh darah. Walaupun mekanisme kerja yang pasti masih belum diketahui, satu teori menyatakan bahwa xantin bekerja dengan cara memengaruhi langsung pergerakan kalsiumdi dalam sel. Hal tersebut dilakukan dengan cara menstimulai dua prostaglandin, sehingga menyebabkan  relaksasi otot polos. Efek relaksasi otot polos meningkatkan kapasitas vital yang telah mengalamikerusakan akibat adanya bronkospasme atau terperangkapnya udara. Xantin juga menghambat pelepasan zat anafilaksis kerja lambat (SRSA) dan histamine, yang mengurangi pembengkakan dan penyempitan bronkus akibat kerja dari kedua zat kimia ini.
Xatin diindikasi untuk meredakan gejala atau mencegah asma bronkial dan mengatasi bronkospasme yang terkait dengan PPOK. Penggunaan off-label meliputi stimulasi pernapasan pada pernapasan cheyne-stokes dan pengobatan apnea serta bradikardia pada bayi permatur.
b.      Farmakokinetik
Xatin diabsorpsi dengan cepat dalam saluran cerna (GI) dan mencapai kadar puncaknya dalam 2 jam. Obat ini di distribusikan secara luas dan dimetabolisme dalam hati eksresi terjadi melalui urine. Xatin dapat menembus plasenta dan masuk ke ASI. Obat ini telah dikaitkan dengan kondisi janin yang abnormal dan kesulitan bernapas saat lahir pada penelitian yang menggunakan binatang. Walaupun belum terdapat penelitian yang jelas pada kehamilan manusia, penggunaan obat ini harus dibatasi hanya jika manfaatnya pada ibu lebih besar daripada risiko potensialpada janin. Karena xatin masuk ke ASI dan dapat memengaruhi bayi, pasien yang menggunakan obat ini selama menyusui perlu menggunakan metode lain untuk member makan bayinya.
c.       Farmakodinamika
Teofilin meningkatkan kadar siklik AMP, menyebabkan bronco dilatasi. Waktu paruhnya 30 menit, untuk kapsul yang pelepasanya dihambat adalah 1 sampai 2 jam. Lama kerja untuk bentuk yang pelepasanya dihambat adalah 8 jam sampai 24 jam, dan untuk bentuk teofilin oral dan intravena.
d.      Kontraindikasi dan peringatan
Obat ini perlu diguakandengan hati-hati pada pasien yang mengalami ketidaknyamanan pada GI, penyakit koronerdisfungsi pernapasan, penyakit ginjal atau hati. Alkoholisme, atau hipertiroidisme, karena semua kondisi ini dapat diperparah dengan adanya efek sestemik xatin. Xati tersedia dalam bentuk oral dan parenteral; obat parenteral harus diubah menjadi bentuk oral secepat mungkin. Karena efek sistemik dari bentuk oral tidak terlalu akut dan lebih mudah untukdiatasi.
e.       Efek merugikan
Efek merugikan dari penggunaan xantin berhubungan dengan kadar teofilin dalam darah. Kadar teofilin terapeutik dalam darah adalah 10 sampai 20 µg/ml. dengan peningkatan kadar teofilin dalam darah,terlihat efek merugikan yang diperkirakan, darai adanya gangguan saluran cerna,mual, iritabilitas,dan takikardia sampai terjadinya kejang,kerusakan otak,dan bahkan kematian.
f.       Interaksi obat-obat yang penting secara klinis
Karena mekanisme metabolism xantin terjadi dalam hati,beberapa obat berinteraksi dengan xantin.daftar obat yang berinteraksi harus di periksa setiap obat ditambah atau di hentikan dari program pengobatan.
Nikotin meningkatkan metabolism xantin dalam  hati,sehingga dosis xantin harus ditingkatkan pada pasien yang masih merokok saat menggunakan xantin. Selain itu pula, tindakan kewaspadaan yang tinggi harus diterapkan pada pasien yang memutuskan untuk mengurangi atau menghentika merokok, karena dapat terjadi keracunan yang akibat xantin.
g.      Pengkajian : Riwayat dan Pemeriksaan
·         Kontraindikasi :adanya alergi, apabila merokok dapat mempengaruhi metabolisme obat.ulkus peptikum,gastritis,disfungsi ginjal atau hati,dan penyakit koroner,yang semuaya membutuhkan penggunaan obat ini dengan hati-hati.serta kehamlan dan laktasi,merupakan kontraindikasi dari penggunaan obat ini.
·         Pengkajian fisik harus dilakukan untuk mendapatkan data dasar guna mengkaji keefektifan penggunaan obat dan adanya efek merugikan terkait dengan terapi obat.lakuka pemeriksaan berikut : pemeriksaan kulit secara meyeluruh termasuk waran dan adanhya lesei pada kulit, untuk mendapatka data dasar sebagai rujuka keefektifan obat, tekaan darah,denyut nadi, auskultasi jantung,perfusi perifer, dan elektrokardiogram(EKG) dasar, sebagai data dasar untuk efek pada system kardioveskuler, dan bessig usus, evaluasi hati, dan uji darah, untuk data dasar uji hati dan ginjal. Selain itu, evaluasi kadar teofilin serum,untuk medapatkan data identifikasi kondisi yang menbutuhkan kewaspadaan dalam penggunaan diuretik.
h.      Diagnosis keperawatan
Pasien yang mendapatkan bronkodilator xantin mungkin memilika diagnose keperawatan berikut ini yang berhubungan degan terapi obat:
·         Nyeri akut yang berhubungan dengan sakit kepala
·         Penurunan curah jantung
·         Gangguan persepsi sensori (kinestetik,penglihatan) berhubungan dengan efek pada system saraf pusat(SSP)
·         Kurang pengetahuan mengeai terapi pengobatan
i.        Implementasi
·         Pantau respon pasien terhadap obat (mis: redanya kesulitan napas, perbaikab aliran udara) untuk menentukan keefektifan dosis obat dan menyesuaikan dosis sesuai keperluan.
·         Lakukan tindaka yang member rasa nyama, seperti periode istirahat, ligkungan yang tenang, pengendalian kafein, dan terapi sakit kepala sesuai keperluan, untuk membantu pasien menghadapi efek terapi obat.
·         Lakukan kunjungan periodic seperti pemeriksaan darah, utuk memantau kadar teofili serum.
·         Berikan penyuluhan secara menyeluruh kepada pasien,tentang nama da dosis obat, tindakan untuk membantu menghindari efek merugikan, tanda bahaya yang mungkin mengindikasikan adanya masalah, dan perlunya pemantauan serta evaluasi secara teratur, untuk meningkatkan pengetahuan pasien mengenai terapi obat dan kepatuhan pasie dalam menjalani program pengobatan.
j.        Evaluasi
·         Pantau respons pasien terhadap obat (perbaikan aliran udara, mudah bernapas)
·         Pantau adanya efek merugikan (efek pada SSP, aritmia jantung, iritasu lokal.
·         Pantau adanya interaksi obat-obat, konsultasikan dengan dokter untuk meyesuaikan dosis obat sesuai kebutuahan.
·         Evaluasi keefektifan rencana penyuluhan (pasien dapat menyebutkan nama dan dosis obat, efek merugikan yang perlu diperhatikan, tindakan spesifik untuk menghindari efek merugikan).
·         Pantau keefektifan tindakan yang member rasa nyaman dan kepetuhan dalam mejalani program pengobatan
8.      Simpatominetik
Simpatominetik adalah obat yang efeknya menyerupai efek sistim saraf simpatis. Salah satu kerja system saraf simpatis adalah mendilatasi bronkus deengan cara menigkatkan kecepatan dan kedalaman perafasan. Itu merupakan efek yang diingi kan ketika memilih obat simpatomenitik sebagai bronkodilator. Simpatomimetik yang digunakan sebagai obat bronkodilator antara lain:
·         Albuteror(proventif dan obat lainnya) merupakan obat yang bekerja lama dan tersedia dalam bentuk ihalasi dan oral bagi pasien yang lebih berusia 2 tahun.
·         Bitolterol (ternalate) merupakan obat yang bekerja lama dan tersedia dalam bentuk inhalasi, bat ini lebih diguaka utuk profilaksis broncospasme pada pasien yang berusia labih dari 12 tahun.
·         Efedrin (generic) digunakan dengan cara parenteral untuk mengatasi bronkospasme akut pada dewasa dan anak-anak meskippu obat pilihannya ialah efinefrin.
·         Epiefrin (sus-phrie, epipen,dan lainnya) merupakan obat pilihan untuk orng dewasa dan anak-anak utuk mengatasi bronkospasme akut termasuk yang di akibat kan oleh anafilaksis. Obat ini juga tersedia dalam bentuk ihalasi. Karena epinefrin di kaitkan dengan efek simpatomimetik sistemik, obat ini bukan merupakan obat pilihan pada pasien yang mengalami penyakit jantung.
·         Formoterol (foradil) adalah obat terapi untuk rumatan asma dan pencegahan bronkospasme pada pasien yang berusia lebih dari 5 tahun dan memiliki penyakit jalan nafas dan obtruktif reversible, serta untuk pencegahan bronkospasme akibat olahraga pada pasien yang berusia lebih dari 12 tahun.
·         Insoetarin(bronkosol dan lainnya) merupakan obat inhalasi yang di gunakan untuk pripolaksis dan pengobtan bronkospasme, pedoman dosis pada anak aak masih belum ditetapkan.
·         Isoproterenol (isuprel dan obat yang lain) digunakan untuk pengobatan bronkospasme selama enesteia da sebagai obat inhalasi untuk pengbtan bronkospasme pada orng dewasa dan anak-anak. Obat iii dikaitkan dengan lebih banyaknya efek sampingjatung dari pada obat-obat yang lain.
·         Levalbuterol (xopenex) merupakan obat inhalasi yang berfungsi untuk mengobati dan mencegah bronkospasme pada pasien yang berusi labih dari 6 tahun dan menderita penyakit paruh obstruktif  reversible.
·         Metaproterenol (alupent) tersedia dalam bentuk obat oral atau inhalsi dan digunakan untuk pengobatan dan  profilaksis kodisi broncospasme pada psien yang berusia lebih dari 6 tahun.
·         Pirbuteror (maxair) merupakan obat inhalasi yang digunakan baik untuk pengobatan maupun profilaksis bronkospasme pada pasin yang berusia lebih dari 12 tahun.
·         Salmeteror (serevent) merupakan obat inhalasi yang berhasil untuk mencegah asma akibat olaharaga dan sebagai obat profilaksis bronkospasme pada pasien tertentu yang berusia lebih dari 4 tahun.
·         Terbutalin dapat digunakan secara oral, parental dan inhalsi baik sebagi prifilaktis maupu sebagai pengobatan bronkospasme pada pasie tang berusia lebih dari 12 tahun.
a.       Cara kerja obat dan indikasi teraupetik
Sebagian besar  simpatomemetik yang berfungsi sebagai bronkodilator adalah argonik adrenergic selektif- hal itu berrti bahwa kadar teraupetik kerja obat-obatan tersebut spesifik untuk reseptor β-2 yang ditemukan dalam bronkus speifik ini akan menghilang pada kadanr yang lebih tinggi. Efek simpatomimetik sistemik lainnya mkencangkup penigkatan tekaan darah, peningkatan denyut jantung, vasokonstriksi, dan penurunan aliran darah ke ginjal dan GI- semuanya merupakan kerja dari system saraf simpatis, keseluruh efek ini membatasi mamfaat sistemik obat ii pada pasien tertentu.
Epinefrin simpatomimetik di berikan melalui ijekksi selama serngan asma akut, ketika kebutuhan akan brokondilasimelebihi resiko efek merugikan, simpatomimetik lainnya digunakan untuk pengobatan bronkospasme pada penyakit jalan nafas obsrtuktif reversible (mis:asma akut atau kronis,bronchitis bronis) obat ini juga efektif dalam mencegah bronkospasme akibat olahraga.
b.      Farmakokinetika
Obat-obatan ini didistribusika secara sepat setelah injeksi, dan dimetabolisme dalam hati menjadi metabolit yang akan dieksresikan melalui urine. Waktu paruh obat ini relative pendek, kurang dari 1 jam. Wanita hamil dan menyusui boleh menggunakan obat ini hanya apabila manfaat obat ini dapat menembus plasenta dan  masuk ke ASI. Obat yang diinhalasi  diabsorpsi dengan cepat ke dalam jaringan paru. Setiap obat yang diabsorpsi akan dimetabosme dalam  hati dan diekresikan melalui urine.
c.       Farmakodinamik
Metaproterenol membalik keadaan bronkopasme dan merelaksasikan otot bronkial. Obat ini bekerja pada reseptor beta2 meningkatkan timbulnya bronkodilatasi dan meningkatkan siklik AMP. Karna memiliki sifat betal, ini menimbulkan tremo,kecemasan, jantung berdebar, dan peningkatan denyut jantung bila de berikan pada dosis besar.
d.      Kontraindikasi dan peringatan
Obat-obatan ini seharusnya digunakan dengan  kewaspadaan, bergantung pada keparahan kondisi yang menyebabkannya, pada kondisi yang aka mengalami perburukan akibat stimulasi simpatis, termasuk penyakit jantung, penyakit vaskular, aritmia, diabete, hipertiroid, kehamilan dan menyusui.
e.       Efek merugikan
Efek merugikan dari obat-obatan ini yang timbul karena stimulasi simpatomimetik,adalah stimulasi pada Sistem saraf  pusat(SSP), ketidak nyamanan pada saluran cerna (Gl), aritma jantung, hipertensi, bronkospasme, berkeringat dan pusing.
f.       Interaksi obat-obat yag penting secara klinis
Tindakan kewaspadaan khusus perlu diambil untuk menghindari kombinasi antara bronkodilator simpatomimetik dan anestetik umum siklopropan dan hidrokarbon terhalogenasi. Karena obat ini mensensitisasi jatung terhadap ketokilamin dan dapat terjadi komplikasi jantung yang serius.
g.      Asuhan Keperawatan
1)      Pengkajian  (riwayat dan pemeriksaan)
Tanyakan atau kaji penyakit pasien apakah pasien alergi terhadap obat ini atau pasie mengalami penyakit gastritis,disfungsi ginjal atau hati, penyakit jantung koroner kehamilan dan menyusui.
Pengkajian fisik harus dilakukan untuk mendapatkan data dasr guna mengkaji keefektifan obat dan adanya efek merugikan yang terkait dengan terapi obat. Kaji beberapa keadaan berikut ini: reflex dan orientasi, untuk mengevaluasi efek obat pasa sistem saraf pusat, pernapasan dan suara napas tambahan, untuk mendapatkan data dasar keefektifan obat dan efek merugikan yang mungkin muncul.
2)      Diagnosis keperawatan
Pasien yang mendapatkan bronkodilator simpatomimetik mungkin memiliki diagnosis keperawatan berikut ini yang berhubungan dengan terapi obat:
-          penurunan curah jantung yang berhubunga dengan efek simpatomimetik.  
-          Nyeri akut berhubungan dengan efek obat pada SSP, GI, dan jantung.
-          Gangguan proses piker yang berhubungan dengan efek pada SSP.
-          Kurang pengetahuan mengenai terapi obat
3)      Implementasi
·         Yakinkan pasien bahwa obat ini pilihan setiap individu berbeda-beda. Obat simpatomimetik memiliki zat kimiayang agak berbeda dan tersedia dalam berbagai system pemberian obat.pasien dapat mencoba beberapa obat simpatomimetik yang berbeda sebelum menemukan obat yang paling efektif.
·         Sarankan pasien untuk menggunakan obat dalam jumlah yang sedikit dalam masa yang paling pendek yang diperlukan.untuk mencegah efek merugikan dan akumulasi kadar obat dalam.
·         Ajarkan pasien yang menggunakan salah satu obat untuk mengatasi asma akibat olahraga agar mnggunakan obat ini selama 30 sampai 60 menit sebelum melakukan olahraga,guna mendapatkan efek terapeutik puncak ketika dibutuhkan.
·         Lakukan tindakan member rasa aman jika terjadi efek pada SSP, untuk mencegah terjadinya cidera pada pasie.
·         Beri makanan pada porsi kecil namun sering dan konsultasi mengenai nutrisi jika efek pada GI meggangu proses makan , untuk memastikan nutrisi yang sesuai.
·         Ajarkan pada pasien dengan seksama tentang system pemberian obat yang diprogramkan. Tinjau prosedur secara periodic, karena pemberian obat yag tidak tepat dapat mengakibatkan terapi yang tidak efektif.
·         Beri penyulihan secara menyeluruh kepada paisen, tentang nama dan dosis obat, tindakan untuk menghindari efek merugikan, tada bahaya yang dapat mengindikasi adanya masalah, perlunya pemantauan dan evaluasi secara teratur, untuk meningkatkan pengetahuan pasien mengenai terapi obat dan kepatuhan dalam menjalani terapi obat.
·         Bari dukungan dan semangat, untuk menbantu pasien menghadapi penyakit dan menjalani program pengobatan.
4)      Evaluasi
·         Pantau respons pasien terhadap obat (bernapas menjadi lebih baik)
·         Pantau adanya efek merugikan (efek pada SSP, peningkatan denyut nadi dan tekanan darah, ketidaknyamanan pada GI)
·         Evaluasi keefektifan rencana penyuluhan (pasien dapat menyebutkan nama dan dosis obat, efek merugikan yang perlu diperhatikan, tindakan yang diambil untuk menigkatkan keefektifan obat)
·         Pantau keefektifan dari tindakan lain yang memudahkan untuk bernapas.
9.      Bronkodilator Antikolinergik
Pasien yang tidak dapat menoleransi efek simpatis dari obat simpatomimetik dapat berespon terhadap obat antikolinergik ipratropium (atroven). Obat ini seefektif obat simpatomimetik, tetapi obat ini meredakan beberapa gejala pada pasien yang tidak menoleransi obat-obatan lain.
a.      Cara kerja obat dan indikasi terapeutik
Obat antikolinergik digunakan sebagai bronkodilato karena efek obat ini pada saraf vagus, yang menghambat neurottransmiter asetilkolin di tempat respon vegal. Pada keadaa normal, stimulasi vegal akan menghasilkan efek stimulasi pada otot polos, menyebabkan kontraksi. Dengan menghambat efek vegal, relaksasi otot polos bronkus terjadi, yang mengakibatkan bronkodilatasi. Obat ini diindikasi untuk terapi rumatan pasien PPOK, termasuk kondisi bronkospasme dan emfisema.
b.      Farmakokinetik
Ipratropium  memiliki awitan kerja 15 menit ketika diinhalasi. Waktu puncaknya terjadi dalam  waktu 1 sampai 2 jam,  dan durasi efeknya selama 3 sampai 4 jam. Sampai saat ini  masih sedikit yang diketahui tentang nasib obat  ini di dalam tubuh. Obat ini umumnya tidak diabsorbsi secara sistemik.
c.       Kontraindikasi dan peringatan
Tindakan kewaspadaan harus diterapkan pada setiap kondisi yang dapat diperburuk oleh efek obat antikolinergik atau efek seperti atropine, misalnya glaucoma sudut sempit (drainase vitrous humor dapat dihambat oleh relaksasi otot polos), obstruksi leher kandung kemih, atau  hipertrofi prostat (relaksasi otot menurunkan tonus kandung kemih), dan kondisi yang mengalami perburukan akibat adanya mulut dan tenggorokan kering. Penggunaan ipratropium dikontraindikasi pada pasien yangalergi terhadap obat-obatan ini.

d.      Efek merugikan
Efek merugikan obat ini terkait dengan efek antikolinergik apabila obat ini diabsorbsi secara sistemik. Efek ini mencakup rasa pusing, sakit kepala, keletihan, gugup, mulut kering, sakit tenggorokan, palpitasi, dan retensi urine.
e.       Asuhan keperawatan
1)      Pengkajian: riwayat dan pemeriksaan
Tapis hal-hal berikut, yang dapat merupakan kontraindikasi atau peringatan dalam penggunaan obat ini. Adanya alergi terhadap obat atropine atau antikolinergik yang lain bronkosme akut, yang merupakan  kontraindikasi glaucoma sudut sempit (drainase vitreous humor dapat dihambat oleh relaksasi otot polos),  obstruksi leher kandung kemih atauhipertropi prostat (relaksasi otot menyebabkan penurunan tonus kandung kemih), dan kondisi yang diperburuk oleh mulut kering dan tenggorokan kering, kehamilan atau menyusui, yang memebutuhkan kehati-hatian dalam penggunaan obat ini.
Pengkajian fisik harus dilakukan untuk mendapat data dasar guna mengkaji keefektifan obat dan adanya efek merugikan yang terkait dengan terapi obat. Kaji beberapa hal berikut ini; warna kilit dan lesi, untuk mengkaji kekeringan pada kulit atau reaksi alergi; orientasi, efek, dan reflex, untuk mengevaluasi efek obat pada SSP; denyut nadi, tekanan darah, untuk memantau efek obat pada kardioveskuler, pernapasan dan suara napas tambahan, untuk memantau keefektifan obat dan kemungkinan efek merugikan serta haluaran urine dan palpasi prostat sesuai kebutuhan, untuk memantau efak antikoligernik.
f.       Diagnosis keperawatan
Pasien yang mendapatkan bronkodilator antikolinergik mukin memiliki diagnosis keperawatan berikut ini yang berhubungan dengan terapi obat.
·         Nyeri akut yang berhubungan dengan efek obat  pada pernapasan
·         Ketidakseimbangan utrisi: kurang dari kebutuhan tubuh, yang berhubunga dengan mulut kering dan ketidaknyamanan pada GI
·         Kurang pengetahuan mengenai terapi obat
g.      Implementasi
·         Pastikan hidrasi yag adekuat dan sediakan pegotrolan lingkungan, seperti gangguan alat pelembab udara, untuk membuat pasien lebih nyaman
·         Sarankan pasien untuk berkemih sebelum member obat, untuk mencegah retensi urine yang terkait dengan efek obat
·         Lakukan tindakan keamanan jika terjadi efek pada SSP,  untuk mencegah cidera pada pasien
·         Beri makanan dalam porsi kecil namun sering dan beri tablet isap bebes gula untuk meredakan mulut kering dan ketidaknyaman pada GI
·         Tinjau peggunaan inhalator pada pasien peringatan pasien untuk tidak menggunakan inhalaasi lbih dari 12 kali dalam 24 jam, utuk mencegah efek merugikan.
·         Berikan penyuluhan pada pasien tentang nama dan dosis obat, tindakan untuk membantu, menghindari efek merugikan, tanda bahaya yang mengindikasi secara teratur, untuk meningkatkan pengetahuan pasien mengenai terapi obat dan kepatuhan dalam menjalani program pengobatan
·         Berikan dukunga dan semangat, untuk membantu pasien menghadapi penyakit dan menjalani program pengobatan
h.      Evaluasi
·         Pantau respons pasien terhadap obat (benapas menjadi lebih baik)
·         Pantau adanya efek merugikan (efek pada SSP, peningkatan denyut nadi, tekanan darah, ketidaknyamanan GI, mulut dan membrane mukosa kering)
·         Evaluasi keefektifan rencana penyuluhan (pasien dapat menyebutkan nama dan dosis obat, efek merugikan perlu diperhatikan dan tindakan spesifik untuk menghindari dari efek merugikan, tindakan yang perlu diambil utuk menigkatkan keefektifan obat)
·         Pantau keefektifan tindakan yang lain utuk memudahkan bernapas.
10.  Antihistamin
Antihistamin dapat ditemukan dalam obat bebas dan di rancang untuk meredakan gejala pernafasan serta mengobati alergi. Semua obat ini menghambat efek histamin, memberi kenyaanan pada pasien yang menderita mata gatal, pembengkakan , kongesti, dan hidung dan sekret yang menetes.
Tersedia sebagai macam antihiistamin, meliputi generasi obt pertama dan kedua. Anti histamin generasi pertama memiliki efek antikolenergik yang lebih besar, yag mengakibatkan rasa ngantuk. Obatt obat ini menyangkut hhasatadin, ezelatik, bromfeneramin, dan lainnya, hidroksiin, meklizin, prometazin, dan  tripeletamin. Anti histamin generasi kedua adalah desloratatadin, feksofenadin, dan loratadin yang memiliki efek anti kolirgenik yang lebih sedikit dari pada generasi pertama.
Ketika memilih obat anti histamin, reaksi pasien tersebut terhadap obat biasanya merupakan faktor yang menetukan, apabila individu hrus terjaga, salah satu anti histamain generai kedua nonsidasi merupakan obat pilihan karena di jual bebas. Obat obatan ini sering kali di salah gunakan untuk mengobati pilek dat ini juga dan influenza.
Ø  Cara kerja obat dan indikasi teraupetik
Obat anti histamin secara efektif menghambat efek histamin di tempat reseotor histamin-1, menurunkan respon alergi. Obat ini juga memiliki efek antikolinergik( seperti atropin) dan antipruritik. Anti histamin digunakan untuk meredakan gejala yangg tekait dengan rinitis alegi musiman dan tahunan, konjungtivitis alergi,urtikaria tampa komplikasi, dan angiodema. Obat ini juga digunakan untuk mengurangi reaksi alergi terhadap darah atau produk darah. Meredakan ketidak nyamanan yang berkaitan dengan termatografi dan sebagai terapi tambahan pada  keadaan reaksi anafilaktik, penggunaan lain yang sedang digali adalah meredakan asma akibat olahraga dan hiperpentilasi serta bronkokontriksi akiabat histamin pada kondoisi status asmatikus, obat inipaling efektif bila di gunakan sebeum awian gajala.
Ø  Farmakokinetik
Obat anti histamin oral dapat di absorpsi dangan baik secara oral, dengan awitan kerja berkisar dari 1 sampai 3 jam. Obat ini umumnya di metabolisme dalam hati dan eksresi melalui fases dan urine, obat ini enembus plasenta dan masuk ke ASI sehingga wanita hamil dan menyusui harus menghindari obat ini, kecuali memanfaatkannya pada ibu lebih besar dari pada risiko potensial pada janin dan bayi.
Ø  Farmakodinamik
Definhindramin menghambat efek histamin dangan hanya menepati tempat reseptor H1 zat ini memiliki sifat  antikolergik dan harus di hindari oleh klien yang menderta glukoma sudut sempit. Rasa ngantuk adalah efek yang paling utama.
Mula kerjanya  dapat timbul dalam 15 menit bila diberikan oral atau IM. Pada IM kerjanya segera, lama kerja 4-8 jam.

Ø  Kontraindikasi dan pengkajian
Obat anti histamin di kontraindikasikan selama kehamilan atau menyusui. Obat ini harus digunakan dengan kewaspadaan lebih tinggi pada pasien yang mengalami kerusakan ginjal atau hati, yang dapat mengubah metabolisme atau cara kerja obat, tindakan kusus harus diharapkan jika obat digunakan pasien dengan riwayat Aritmia atau intervalQ-T yang memanjang. Karena aritmia jantung yang fatal telah dikaitkan dengan penggunaan antihistamin tertentu dan obat yang meningkatkan interval Q-T, ermasuk eritromisin.
Ø  Efek merugikan
Yang paling sering terlihat pada antihistamin adalah anti mengantuk dan sedasi yang lebih sedikit pada banyak orang. Efek antikolergik yang dapat diatasi adalah membran mukosa saluran nafas dan GI menjadi kering, ketidaknyamanan pada  GI dan mual, aritmia, disuria, hesistensi urina, dan kerusakan kulit serta gatal gatal akibat kekeriingan.
Ø  Pengkajian riwayat dan pemeriksaan
Yang dapat merupakan kontraindikasi atau kewaspadaan dalam penggunaan obat ini; adanya riwayat alergi terhadap antihistamin kehamilan atau laktasi intervalQ-T yang memanjang yang merupakan kontraindikasi penggunaan obat ini serta kerusakan ginjal atau hati yang membutuhkan kewaspadaan dalam menggunakan obat ini.
pengkajian fisik harus dilakukan untuk mendapatkan data dasar guna mengkaji keefektifan obat dan adanya setiap efek merugikan yang terkait dengan terapi obat.
Ø  Evaluasi
·         Pantau respon pasien terhadap obat (redanya gejala renitis alergii)
·         Pantau adanya efek merugikan( kulit kering, ketidaknyamanan GI, sedasi dan rasa mengantuk, retensi urine, sekret yang kental, glaukoma)
·         Evaluasi keefektifan rencana pendidikan kesehatan (pasien dapat menyebutkan nama atau dosis obat efek merugikan atau yanng perlu di perhatikan tidakan spesifik untuk menghindari efek merugikan tindakan yang di ambil untuk meningkatkan keefektifan obat).
·         Pantau keefektiifan tindakan yang membeikan rasa aman dan nyaman serta kepatuhan dalam menjalani program pengobatan.

BAB III
KESIMPULAN

A.    Kesimpulan
Penyakit obstruktif paru meliputi asma, mvisema dan penyakit paru obsruktif paru kronis (PPOK), yang menyebabkan obstruksi jalan napas utama, dan sindrom gawat napas (RDS) yang menyebabkan obstruksi di tingkat alveolus. Obat-obat yang digunakan untuk mengobati asma dan PPOK adalah obat yang menghambat implamasi dan obat yang mendilatasi bronkus.
Derivate xantin memiliki efek samping pada otot polos saluran napas, baik bronkus maupaun pembuluh darah.
Efek merugikan exantin secara lansung terkait dengan konsentrasi teofilin dalam  darah dan dapat berkembang menjadi koma atau bahkan kematian. Simpatomimetik adalah obat yang menyerupai efek saraf simpatis obat ini diguakan untuk mendilatasi bronkus dan meningkatkan kecepatan serta kedalam pernapasan. Antikolinergik dapat digunakan sebagai bronkodilator karena efek obat tersebut pada saraf vagus , mengakibatkan rel;aksasi otot polos bronkus yang menyebabkan bronkodilatasi. Steroid digunakan untuk mengurangi respon inflamasi di jalan nafas, tindakan inhalasi steroid cendrumg menurunkan berbagai macam efek sistemik yang terkaid dengan penggunaan steroid. Antagonis reseptor leoukotrien dapat menghambat atau menjadi antagonis reseptor untuk produksi leukotrien. D4 dan E4 yang demikian meghambat berbagai tanda dan gejala asma. Surfaktan paru di masukkan ke dalam system pernapasan bayi premature yang tidak memiliki surfaktan dalam jumlah dekat untuk memastikan pengembangan alveolus. Stabilisator sel mast adalah obat anti asma yang menghambat anti mediator inflamasi dan membantu mengurangi pembengkakan serta menyumbat jalan napas.

DAFTAR PUSTAKA

Ø  Buku ajaran FARMAKOLOGI KEPERAWATAN edisi 2 pengarang Amy M.karch   penerbit buku kedokteran .
Ø  Sumber dari dosen

Komentar

Postingan Populer